Selasa, 22 Februari 2011

Dewan Pers Date: 09-16-2002 Pelanggaran Hak Cipta Location: kasus

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Mengenai Pelanggaran Hak Cipta

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi majalah Indonesia What’s On, Warsito Wahono, mengirimkan satu paket berkas laporan ke Dewan Pers tertanggal 10 Juni 2002, yang berisi mengenai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan nota pembelaannya, tentang penjatuhan yaitu vonis satu tahun penjara dan denda Rp10 juta untuk tuduhan pelanggaran hak cipta oleh majalah tersebut. 
Kasus ini berawal -sesuai dengan fotokopi kliping nota pembelaan Warsito- dari pemuatan obyek foto, pada majalah Indonesia What’s On, edisi 138 Tahun 1998, yang tertulis MADAME D SYUGA DOC, yang notabene merupakan foto mantan istri Presiden pertama RI, Ratna Sari Dewi Soekarno. Dalam surat kepada Dewan Pers, Warsito, menyatakan keputusan ini akan berdampak pada kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Atas putusan pengadilan tersebut, Warsito menyatakan akan naik banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, dan meminta kepada Dewan Pers untuk memprotes putusan tersebut yang dinilai tidak fair. Dalam proses persidangan, Warsito, menghadirkan beberapa ahli saksi yang antara lain RH Siregar, SH, Wakil Ketua Dewan Pers.

Vonis yang dijatuhkan oleh Rukmini Ketua Majelis Hakim, tersebut akan menjadi yurisprudensi baru di bidang hukum, khususnya tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Warsito dalam suratnya mengatakan ‘ada ketidak adilan dalam mengambil keputusan mengingat dalam pertimbangan-pertimbangannya telah mengabaikan Undang-Undang Pers serta adanya Fair Use Defense yang mengacu kepada Konvensi Berne yang mengecualikan adanay pelanggaran Hak Cipta selain adanya saksi-saksi ahli’, selain itu Madame D Syuga telah dilarang peredarannya di Indonesia oleh Jaksa Agung.

“Beberapa pasal dalam UU Hak Cipta membatasi dan menyusahkan kebebasan pers”, demikian komentar Atmakusumah Astraatmadja Ketua Dewan Pers, tentang kasus ini yang dimuat majalah Gatra, edisi 15 Juni 2002. Ermawati Direktur Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hukum Atas Kekayaaan Intelektual (HAKI); memberikan komentar tentang kasus ini pada majalah yang sama (Gatra-red) “Jika tujuan utnuk pendidikan, ilmiah, dan informasi semata, penggandaan foto tidak bermasalah. Tapi, dalam kasus What’s On, jelas tujuannya komersial”. Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Indonesia Gunawan Suryomurcitro, mengatakan (courtesy-Gatra) “Dalam kasus What’s On, pengutipan itu jelas untuk tujuan komersial. Jadi, soal pengecualian dalam Pasal 14 (UU Hak Cipta) itu tidak berlaku”.
Kasus ini merupaan kasus yang baru di Indonesia, khususnya mengenai Hak Cipta, karena di RUU HAKI yang sedang digodok di DPR, aturan hak cipta tentang fotografi akan dijadikan salah satu pasal di dalam UU HAKI, sehingga tanpa persetujuan orang yang dipotret dan tidak untuk kepentingan yang dipotret, pemegang hak cipta atas potret tidak boleh memublikasikannya. 
Kita tunggu sejauh mana proses banding dan tentang Hak Cipta di Indonesia. Kita tunggu, apakah RUU HAKI yang nantinya akan menjadi Undang Undang hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), akan membatasi kebebasan dan kemerdekaan pers?

sumber :
http://home.indo.net.id/~hirasps/haki/Copyright/Winarto/Pelanggaran%20Hak%20Cipta.htm

MERRY ME MERRY :)

CERITA SEDIKIT YA ......!!!!!!!!!!

Drama KBS "Mary Stayed Out All Night" masih memperoleh rating rendah, tapi walaupun begitu para pemainnya tetap bekerja keras seperti biasa.Menurut AGB Nielson Media Research, episode 29 November 2010 "Mary Stayed Out All Night" memiliki peringkat nasional sebesar 6,6 %. Meskipun demikian, Moon Geun-young menunjukkan kemauan kerasnya dengan terus berfokus pada akting, seperti yang terlihat dalam foto saat Moon syuting di tengah - tengah hujan pada tanggal 27 November 2010 yang baru-baru ini terungkap. 
Dalam stills diatas, Moon berjalan dalam hujan tanpa payung sambil berbicara dengan seseorang di telepon. Moon menerima tepuk tangan dan sorak-sorai dari staf untuk memberikan rasa kagum akan dedikasi Moon bahkan dalam cuaca hujan yang suhunya dibawah nol derajat........brrrrrrrr dingin. 
Salah satu anggota staf berkata, "Suhu tiba-tiba turun di bawah nol, dan kami memiliki adegan hujan yang direncanakan dalam jadwal ketat kami.Kami khawatir bahwa Moon Geun-young akan masuk angin atau apa, tapi melihat usaha dia dalam sebuah adegan yang sempurna menunjukkan bahwa ia benar-benar adalah seorang aktris yang dikirim dari surga". 
Staf terus memuji, dengan mengatakan, "Tubuh mungilnya selalu penuh dengan energi dan antusiasme. Ini sangat menyentuh". Moon ikut memberikan komentar setelah syuting, "Suhu tiba-tiba menurun, sehingga cuaca sangat dingin. Sebuah truk memercikan air, sehingga staf di tempat kejadian / lokasi syuting juga menderita dari cuaca yang sangat dingin. Aku mendapatkan kekuatan karena aku bukan satu-satunya yang menderita, baik staf maupun pelaku / pemain bekerja sama dan mendorong satu sama lain ketika kita syuting".  


Walaupun di Korea drama film ini ratingnya masih rendah, tapi untuk aku pribadi suka banged sama film ini, selain lucu juga romantic. Rasanya pengen banged jadi merry_nya.Akhir cerita ini juga suka cita, heheheh…… soalnya aku suka sama akhir yang happy ending.
Moon Geun-young juga kelihatan cantik dan lucu d’sini, ketimbang d’film lain, aku lebih suka sama peran moon d’film ini.Pengen liat lagi film Moon Geun-young bareng sama jang geun-seok. D’tunggu ya ….!!!!! J




sumber : imoetkorea.blogspot.com

TENTANG ASAL USUL PERAYAAN CAP GO MEH


Lontong Cap Go Meh menjadi ciri khas masyarakat Jawa dalam merayakan Cap Go Meh. (COMMONS.WIKIMEDIA.ORG)



Cap Go Meh adalah perayaan malam ke-15 setelah Tahun Baru Imlek, yang di tahun ini jatuh pada 27 Februari 2011. Cap Go Meh mulai dirayakan di Indonesia sejak abad ke 17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan.
Cap-Go-Meh sebenarnya adalah istilah Hokkian, yang artinya “malam 15.” Di daratan Tiongkok sendiri, dinamakan Yuan Xiau Jie dalam bahasa Mandarin, yang artinya festival malam bulan pertama. Pada zaman dinasti Han dahulu (202 SM - 220 M), pada malam Cap Go Meh tersebut, biasanya sang kaisar sendiri khusus keluar istana untuk turut merayakan bersama dengan rakyatnya.
Setiap tradisi budaya selalu memiliki asal- usul. Salah satu versi asal muasal Cap Go Meh terjadi pada zaman dinasti Zhou (770 - 256 SM). Setiap tanggal 15 malam bulan pertama setelah Imlek, para petani memasang lampion-lampion yang dinamakan Chau Tian Can di sekeliling ladang untuk mengusir hama dan menakuti binatang-binatang perusak tanaman.
Ketika itu tujuan memasang lampion-lampion tersebut adalah untuk mengusir hama. Namun di masa kini justru menjadi suatu tradisi yang menampilkan pemandangan yang indah di malam hari tanggal 15 bulan pertama.
Ketika itu untuk menakuti atau mengusir binatang-binatang perusak tanaman, selain memasang lampion, mereka menambah segala bunyi-bunyian serta bermain barongsai, agar lebih ramai dan bermanfaat bagi petani. Kepercayaan dan tradisi budaya ini terus berlanjut secara turun menurun, baik di daratan Tiongkok maupun di perantauan di seluruh dunia.
Di negara barat Cap Go Meh dikenal sebagai pesta karnavalnya etnis Tionghoa, karena adanya pawai arak-arakan yang pada umumnya dimulai dari Kelenteng.
Sedangkan di Indonesia, selain terdapat acara pawai arak-arakan keliling, terdapat ciri khas lain, yaitu makanan lontong cap go meh, yang terutama banyak terdapat di masyarakat Jawa. Lontong cap go meh terdiri dari berbagai jenis makanan, yaitu lodeh, opor,  sate abing, ditambah lontong dan bubuk kedelai.  


PEMBAJAKAN HAK CIPTA DI INDONESIA

Kasubdit Pelayanan Hukum Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Solo Sirait, mengemukakan bahwa pembajakan hak cipta di Indonesia telah berstatus 'parah'. Hal itu diungkapkan di arena Pesta Buku Jakarta (PBJ) 2006, Senin (3/6).
Dalam keterangan Humas PBJ, Selasa (4/7), Sirait mengatakan kasus-kasus pembajakan hak cipta yang berhasil diungkap polisi itu meliputi pembajakan buku, kaset, CD/VCD/DVD dan software.
"Direktorat hak cipta telah bekerjasama dengan kepolisian untuk menanggulangi pembajakan itu," katanya dan menambahkan bahwa saat ini data penegakan hukum di bidang hak cipta telah mencatat jumlah kasus pelanggaran hak cipta yang ditangani kepolisian berjumlah 340 kasus pada tahun 2004 dan 203 kasus di tahun 2005.
Kasus-kasus pelanggaran tersebut sebagian dikoordinasikan dengan pihak Ditjen HKI, khususnya dalam hal penyediaan saksi ahli."Tercatat Ditjen HKI memberikan keterangan ahli sebanyak 61 kali dari tahun 2001-2004 yang mayoritas adalah dalam kasus optical disc," katanya.
Menurut Sirait, kasus-kasus pembajakan buku pun harus mendapatkan perhatian khusus. Karena jika terus-menerus dikesampingkan, efek jangka panjangnya dapat menurunkan produksi buku dan menurunkan kreativitas menulis.Pasalnya, jika buku-buku diperoleh dengan mudah dengan cara memfoto-copy, maka masyarakat pun lama-kelamaan akan tergiur untuk terus membeli buku yang berharga murah.
"Selanjutnya jika buku dari penerbit kalah saing dengan buku yang berharga murah maka penerbit pun lama-kelamaan malas menerbitkan karena kurang menguntungkan," katanya.Hal ini, kata dia, sangat buruk akibatnya karena dapat menurunkan gairah penulis untuk menulis. "Kasihan kan penulis membuat buku susah payah, sama sekali tidak mendapat royalti jika bukunya dibajak," katanya.
Sementara itu, data Kejaksaan dalam penanganan kasus Hak Cipta dari tahun 2002-2003 hanya mencatat 39 kasus yang diajukan penuntutannya.Data tersebut menggambarkan bahwa penanganan penindakan atas kasus pelanggaran Hak Cipta membutuhkan koordinasi yang lebih baik antara para penyidik dan kejaksaan, sehingga penanganan pidana dapat secara tuntas dilaksanakan dan menimbulkan efek jera kepada para pelanggar Hak cipta.
Ia mengatakan, Ditjen HKI pada Desember 2004 telah melakukan penindakan atas pabrik PT Media Line yang memproduksi CD/VCD/DVD bajakan dengan lokasi di daerah Jakarta Barat.Kasusnya telah diserahkan ke Kejaksaan dan akan dilimpahkan ke pengadilan dalam waktu dekat. Selain itu, bekerjasama dengan Bea Cukai Tanjung Priok, Ditjen HKI menangani kasus hasil pencegahan atas 1 kontainer Disk Playstation bajakan sebanyak 712.000 keping.
Pada bulan Mei 2006 juga telah dimusnahkan oleh Ditjen HKI, penindakan atas toko penjual software di pertokoan ITC Cempaka Mas pada Maret 2005, yang menyita 33.418 software bajakan.Sementara itu, Direktorat Jenderal HKI mencatat jumlah pendaftaran buku di Direktorat Jenderal HKI masih sedikit bila dibandingkan dengan data yang ada bahwa setiap tahun terbit 5.000 judul buku baru.
Partisipasi pencipta dan atau penerbit buku untuk lebih memberi perlindungan terhadap karya cipta mereka sendiri dengan melakukan pendaftaran atas ciptaannya perlu untuk ditingkatkan.Dengan pendaftaran ciptaan juga akan lebih menguatkan hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara pencipta dan pemegang Hak Cipta (penerbit) serta adanya pengalihan hak yang mungkin terjadi, demikian Solo Sirait. 
Dari kasus di atas sangat di sayangkan sekali apabila para penulis buku jadi malas untuk menulis atau menerbikan lagi bukunya (karya tulisnya) hanya karena adanya pembajakan pada buku yang di tulisnya. Ini juga akan berdampak negative terhadap generasi yang akan datang. Coba bayangkan saja apabila tahun ini sudah tidak ada lagi penulis yang menerbitkan bukunya, pastinya kita  kurang informasi akan pengetahuan.
Seharusnya pemerintah turun langsung untuk mengatasi masalah ini, dan memberi sanksi tegas pada pelanggar hukum. Agar mereka jera dan tidak mengulanginya lagi.Kita juga sebagai masyarakat sudah seharusnya menghargai karya orang lain.